
Seumur hidup memang terlalu lama untuk berjuang sendirian dalam rumah tangga, berharap pasangan berubah, menahan sendiri beban finansial dan sosial hingga memaksakan segala keadaan biar tetap utuh.
Biar nggak terasa seumur hidup salah pilihnya, ada 2 hal yang perlu kita perhatikan. Jangan lupa juga untuk tanyakan pada diri sendiri apakah dia orang yang tepat? Berikut ini psikolog Maria Stephanie Gunandar, salah satu psikolog Ibunda akan membantu kita untuk lebih memahami keinginan diri kita sendiri terhadap kriteria pasangan yang baik versi diri kita.
Baca Juga: Boleh Nggak Sih Marah Sampai Meledak Ledak?
Memahami karakter, tujuan dan visi misi pasangan
Sebelum memasuki dunia pernikahan, ada baiknya kedua pasangan saling memahami karakter berupa sifat, kebiasaan, cara melewati masalah, serta visi misi satu sama lain. Visi disini bisa berupa tujuan pernikahan keluarga dibentuk. Misalnya untuk memiliki 2 anak dan bertempat tinggal sederhana ataupun sekadar visi menyatukan kedua belah pihak dalam ikatan komitmen.
Sementara untuk misi berarti cara apa saja yang bisa diusahakan bersama demi membangun hubungan tersebut. Isinya bisa bagaimana pembagian tugas dan peran satu sama lain, atau perjanjian-perjanjian tertentu diawal hubungan.
Berbenah dan bersiap secara fisik, mental (emosi dan pikiran) dan finansial
Selain saling memahami, dalam diri kita sendiri juga perlu menyiapkan diri secara fisik, mental yaitu emosi dan pikiran, serta finansial. Poin-poin ini penting dan baiknya nggak ada yang diabaikan.
Memang nggak pernah ada patokan standar “terbaik” seorang pasangan. Namun ada satu pertanyaan besar yang perlu kita tanyakan pada diri sendiri
“Apakah aku mau menerima dia yang seperti ini untuk 5, 20, hingga 50 tahun ke depan?”
Yuk kita tentukan kriteria baik menurut versimu
Cara menentukan kriteria yang terbaik untukmu bisa dimulai dengan membagi kriteria mayor dan minor dari kriteria pasangan yang kamu inginkan
Kriteria mayor
Kriteria yang harus ada dan nggak boleh disepelekan. Misalnya aja harus seiman, sayang orang tua dan keluarga, serta nggak kasar dan penyayang.
Baca Juga: Ketika Menjalani Hidup Aja Rasanya Sulit
Kriteria minor
Kriteria yang sebaiknya ada tapi masih bisa didiskusikan. Misalnya sebaiknya dia sudah punya rumah sendiri, suka dan mau merawat kucing hingga memiliki hobi yang sama denganmu
Jangan Lupa Satukan Tujuan dan Hasil dari Berbenah Diri
Psikolog Stephanie juga mengungkapkan kalau menurutnya nggak pernah ada patokan pasti dalam memilih pasangan “terbaik” karena setiap orang punya standar “terbaik”nya masing-masing. Jadi, lebih baik menentukan tujuan yang ingin dicapai bersama sebagai penguat satu sama lain dalam meyakinkan diri dan membuat hubungan jadi lebih jelas. Jadi, jangan terlalu lama berputar-putar pada hubungan tanpa tujuan yang jelas ya.
-Menurutmu baiknya kita menikah kapan?
-Rumah yang utama atau resepsi yang mewah ya?
-Gimana kalau aku S2 dulu saja?
-Mobilku perlu diservice total, nih..
Sebab komitmen mencintai seseorang itu mudah, tapi komitmen untuk menjaga cinta itu perlu diperjuangkan.
Kalau kamu memerlukan diskusi dan konseling terkait hubungan romantis bersama psikolog Stephanie, langsung saja kamu bisa cek disini ya untuk jadwal tersedianya. Yuk booking sesinya sekarang dengan klik disini ya

Darurat, Indonesia dijulukan Fatherless Country!
Nggak cuma menggambarkan kondisi anak tanpa ayah, fatherless country juga menggambarkan keadaan negara dimana banyak anak-anaknya hidup tanp...

Apakah Semua Permintaan Ortu Harus dilakukan?
Kesalahpahaman, perbedaan zaman, hingga jarak usia bisa jadi faktor anak tidak cocok dengan orang tuanya. Namun, bukan berarti kita bisa men...

Jadi Anak Rantau di Negeri Orang, Nggak seasik itu..
Dibalik konten yang cantik, dibalik tempat-tempat yang aesthetic, ada hati yang kesepian dan perasaan homesick.Tinggal di negeri orang, mung...