Sewaktu kecil, kamu pernah nggak waktu cerita ke orang tua tapi mereka malah sibuk melakukan hal lain? Atau kalau kamu merasa sakit hati karena kalah dalam permainan, orang tuamu justru bilang kamu “cemen” atau lemah?
Misalnya lagi, stigma yang sering beredar ketika kita masih kecil adalah ketika orang tua sering bilang “jangan nangis kan kamu jagoan, masa gitu aja nangis!” Nah, salah satu bentuk gambaran pengabaian emosi dengan tidak menerima perasaan anak sewaktu kecil ini akan berdampak hingga masa dewasa dan menyebabkan seseorang tidak bisa berempati dengan orang lain.
Selain itu, kebiasaan membiarkan atau mengabaikan emosi anak juga bisa membentuk seseorang terlalu impulsif dalam melakukan sesuatu. Yup, ini adalah contoh nyata gambaran dari Childhood Emotional Neglect, alias pengabaian emosi pada anak.
BACA JUGA: Smiling Depression, Depresi Kok Senyum?
Dampak Penelantaran Emosi Anak
Gejala atau akibat dari pengabaian emosi saat anak-anak kecil bisa diukur dari yang kecil ke yang sudah “urgent” seperti depresi. Beberapa dampak kecil seperti:
Rendahnya harga diri anak yang menyebabkan ketidakpercayaan diri
Mudah merasa malu dan takut mencoba sesuatu
Cenderung memiliki perilaku yang agresif
Mudah memiliki kecenderungan depresi atau bahkan PTSD
Selain itu, dengan tidak terbiasanya memiliki simpati kepada diri sendiri dan orang lain, anak yang tumbuh dalam situasi seperti ini akan beranggapan bahwa tidak penting untuk menerima emosi yang muncul. Pola asuh ini juga berkemungkinan untuk melakukan hal yang sama terhadap generasi selanjutnya dan menjadi lingkaran yang tidak pernah putus.
Penyebab Childhood Emotional Neglect
Orang memiliki kecenderungan untuk memiliki kecenderungan neglected ini bisa saja dulunya merupakan seorang dewasa yang memiliki pengalaman buruk. Selain itu, mungkin aja memiliki depresi atau gangguan mental lainnya.
Selain itu, faktor lainnya juga bisa dari kurangnya pemahaman terkait pentingnya pengasuhan orang tua dan juga belum siapnya mental untuk menjadi orang tua.
BACA JUGA: Hal yang Dirasakan Anak Saat Ortu Menikah Lagi
Treatment atau Terapi yang Bisa Dilakukan
Beberapa terapi bisa dimulai dengan terapi keluarga. Bersama dengan terapis, berbagai pilihan intervensi bisa jadi pilihan. Salah satunya dengan memodifikasi perilaku dan mengubah sedikit pola perilaku yang sudah terlanjur dibiasakan antara anak dan orang tua.
Didiagnosa dan jalan keluar hanya bisa ditegakan oleh para terapis seperti dokter atau psikolog. Apabila kamu memiliki pengalaman yang serupa ada baiknya untuk segera melakukan konseling seperti di ibunda.id yaa!
Sumber: Healthline.com
Seseorang yang memiliki trauma sangat rentan mengalami kecemasan, depresi, insecure, permasalahan tidur, panic attack, sulit berkonsentrasi, ataupun o ...
Seseorang yang berada dalam fase depresi seringkali merasa sedih, merasa bersalah, putus asa, mudah tersinggung, kehilangan motivasi beraktivitas, dan ...
Mayoritas orang berpikir, psikolog anak diperlukan hanya ketika anak mengalami kesulitan belajar, gangguan emosi, ataupun permasalahan perilaku yang s ...
Silakan verifikasi email '' untuk menggunakan layanan Ibunda.id